Minggu, 10 Mei 2009

MENELAN MENTAH


Pasca keruntuhan orde baru pada tanggal 1998, disambut oleh masyarakat, dan masyarakat Jakarta, dengan tumpah ruah dijalan, mereka bersujud kepada pemilik alam ini dengan berlinang air mata, entahlah mereka sudah bosan dipimpin selama setengah abad hanya 2 orang saja. Seiring dengan keruntuhan pemerintah orde baru, tanah ini mengalami krisis moneter yang berkepanjangan, yang saat ini masih dirasakan oleh masyarakat, berbagai kebutuhan pokok terus mengalami kenaikan, jutaan lahan pertanian dirubah menjadi lahan industri yang limbahnya terus berserakan, parahnya lagi gas elpiji menjadi langka, padahal masyarakat ini telah dijejali oleh negara, bahwa konversi minyak ke gas adalah alternatif untuk menghemat energi minyak dan membawa kemaslahatan bagi rakyat. Apakah ada alternatif lain?.

Sesungguhnya kita telah terjebak oleh kapitalisme internasional, yang menyeret kedalam peningkatan dan keterkaitan antar bangsa dan manusia melalui perdagangan investasi, budaya, politik dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas negara menjadi bias.

Globalisasi adalah perkembangan sistem perdagangan luar negeri yang lebih bebas. Pengaliran investasi (modal) fortopolio yang semakin besar, dimana negara berkembang tidak dapat lagi menggunakan tarif tinggi untuk memberikan proteksi kepada industri yang baru berkembang, sehingga ketergantungan kepada industri-industri yang dimiliki perusahaan multi nasional semakin meningkat.

Krisis finansial menunjukan bahwa ketergantungan antar bangsa itu terlihat jelas, dimana krisis yang melanda asia pada tahun 1997 yang mengakibatkan nilai tukar rupiah terhadap dollar terpuruk, maka banyak korporasi-korporasi di Asia ikut terpuruk. Diantaranya Grup Salim, yang lebih dikenal dengan Liem Sioe Liong. Yang merupakan korporasi berbasis keluarga terbesar di Indonesia, yang asetnya mencapai US$ 10 milyar (sekitar 100 triliun) sebelum krisis terjadi, namun pada saat krisis melanda Asia, grup salim pun mengalami keterpurukan, karena nilai tukar rupiah terhadap dollar mengalami kemerosotan dan harus membayar utang-utangnya yang ikut membengkak kepada pemerintah dalam dolar. Serentak dengan keterpurukannya grup salim, ratusan ribu nasabah bank BCA menarik dananya seraca serentak, membuat bank swasta dengan jumlah terbesar itupun kolaps. Bank Indonesia (BI) sempat menyuntikan bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada BCA sampai akhirnya pemerintah mengambil alih BCA – yang merupakan mesin uang Grup Salim. Dimana grup salim memegang 70% dan sisanya dua anak dari Suharto (Siti Hardiyanti Rukamana (Tutut) dan Sigit Harjojudanto).

Krisis finansial global yang terjadi pada saat ini tidak jauh berbeda dengan krisis yang melanda Asia ditahun 1997 lalu, dimana beberapa perusahaan sekuritas di Indonesia mengalami penurunan laba, saat ini ada beberapa perusahaan yang MKBD (modal kerja bersih disesuaikan)-nya sudah menyentuh level minimum Rp 25 milyar. Seperti PT. Sekuritas Indo Pasifik, PT. Makindo Securities, dan PT. First Asia Capital. Itu berbahaya, sebab berdasarkan peraturan Bapepam perusahaan yang gagal memenuhi batas minimum harus dihentikan pembukaan rekening efek untuk nasabah baru pada hari kerja berikutnya. Kondisi inilah yang memaksa para AB (anggota bursa) melakukan langkang efisiensi. Bahkan kabarnya, sebuah sekuritas asing telah melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja) terhadap sejumlah karyawannya. Sekuritas lokal juga mulai membayangi ancaman PHK.

Kapitalisme yang berwujud neoliberalisme bukan lagi kepentingan antar bangsa, melainkan kepentingan akumulasi kapital bagi korporasi. Dan dalam neoliberalisme, siapapun, dari bangsa manapun dapat berpartisipasi dalam praktek imperialisme global.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar